
 
  Dinas Pariwisata & Kebudayaan Jawa Barat melalui Bidang Kesenian 
menggelar Gerakan Cinta Angklung dengan tema “Angklung Mulang Kampung” 
yang dilaksanakan selama 2 hari 22-23 Desember 2012 di Open Space 
Gallery Jl. Raya Linggarjati Desa Linggasana Kec. Cilimus Kab. Kuningan.
Dalam sambutannya Kepala Dinas Pariwisata & Kebudayaan Jawa Barat 
Drs. Nunung Sobari MM, yang dibacakan Kepala Bidang Kesenian Agus 
Hanafiah menjelaskan tema Angklung Mulang Kampung ini dimaksudkan 
sebagai bentuk penghargaan kepada bapak Angklung Diatonis, Daeng 
Sutigna, yang telah mengembangkan angklung diatonisnya ?î Kabupaten 
Kuningan. "Meskipun Daeng Sutigna lahir di Garut, namun dia 
mengembangkan angklung diatonis ?î Kab. Kuningan," paparnya.
Menurutnya, Daeng seorang pengajar di sekolah setingkat SMP & 
memperkenalkan angklung hasil kreasinya kepada anak-anak pramuka 
asuhannya. Pada tanggal 11 November 1946 Presiden Soekarno meminta Daeng
 untuk memainkan angklung diatonisnya dihadapan para peserta perundingan
 Linggarjati.
Tujuan diselenggarakan acara ini dalam upaya melestarikan seni musik 
angklung khususnya angklung diatonis & sebagai bentuk penghargaan 
terhadap Bapak Angklung, Daeng Sutigna. Serta, memberikan hiburan yang 
sehat, edukatif & bernilai kultural yang tinggi kepada masyarakat. 
Mengajak masyarakat khususnya generasi muda untuk lebih peduli terhadap 
musik angklung.
"Menjadikan musik angklung sebagai alat musik kebanggan masyarakat Jawa 
Barat. Mendorong para seniman, pengrajin & impresariat musik 
angklung untuk berperan serta dalam
Menyukseskan pengembangan ekonomi kreatif yang berbasis seni budaya.
Dalam rangkaian acara Gerakan Cinta Angklung ini, selain pagelaran seni 
angklung, dilaksanakan juga penanaman bibit bahan bambu angklung, 
pameran alat-alat kesenian dari bambu & sarasehan yang dibuka 
Kadisparbud Kab. Kuningan, Drs. Tedi Suminar. Pembicara acara Sarasehan 
dari Saung Angklung Udjo.
Meskipun tempat acara puncak Gerakan Cinta Angklung diguyur hujan deras,
 ratusan penonton tidak meninggalkan lapangan Open Space Galeri. 
Apalagi, ratusan para pemain angklung dari siswa siswi SMP & SMU ?î 
Kuningan ini tampil maksimal & memuaskan para penonton. Pada acara 
puncak Gerakan Cinta Angklung diserahkan juga bantuan kepada 14 sanggar 
& 4 sekolah yang ada di Kab. Kuningan.
Dalam sambutannya Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang dibacakan 
Kepala Dinas Pariwisata & Kebudayaan Kab. Kuningan Drs. Tedi Suminar
   menjelaskan sebagai urang sunda & orang Indonesia kita patut 
bersyukur karena alat musik asli Jabar, angklung mendapat tempat 
terhormat & mendapat pengakuan ?î jagat raya ini. Dimana angklung 
menjadi warisan budaya dunia ini, bukanlah suatu pekerjaan mudah. 
Pasalnya, agar mendapatkan pengakuan & pengukuhan itu harus melalui 
proses penelitian, penelusuran dokumen & penilaian dari seluruh 
anggota UNESCO yang jumlahnya 147 negara."Sungguh butuh perjuangan &
 perjalanan yang panjang agar angklung dapat diakui sebagai warisan 
budaya dunia asli Indonesia," jelasnya.
Alat musik angklung, lanjutnya, konon telah ???  sebelum kerajaan sunda 
berdiri atau sekitar tahun 1030 M. Akan tetapi, saat itu hanya terbatas 
untuk ritus keyakinan setempat terutama menjelang musim tanam padi. 
"Berkat keras & usaha bapak Daeng Sutigna, alat musik angklung yang 
tadinya hanya sebagai alat musik tradisional & hanya memiliki 
beberapa tangga nada yang dibunyikan secara monoton saja & akhirnya 
dibuat sedemikian rupa menjadi set angklung dengan nada-nada diatonis 
sehingga mampu memainkan musik lebih menarik," jelasnya.
Menurutnya, salah satu dokumen penting tentang keberadaan angklung ?î 
Indonesia terdapatnya prasasti yang pertamakali ditemukan ?î Sukabumi 
Jawa Barat tahun 1903 & pernah dipersembahkan sebagai cenderamata 
kepada raja Thailand.
"Angklung telah menjadi kebanggan Indonesia & Jawa Barat. Angklung 
mampu memadukan warna keindahan musik dalam kokohnya jiwa persatuan 
secara universal ?î semua kalangan. Sebagaimana filosofi dalam angklung,
 semangat kebersamaan begitu kental, musik angklung hanya bisa dimainkan
 dalam satu komunitas angklung & sebuah angklung sendiri tidak akan 
memiliki arti apa-apa karena hanya menjadi satu nada yang tidak memiliki
 arti," ujarnya.
Ia memaparkan bahwa angklung yang saat ini dikenal merupakan angklung 
bernada diatonis hasil kreasi Daeng Sutigna. Daeng tertarik pada 
angklung berawal saat beliau melihat dua orang pengamen yang sedang 
bermain angklung. "Sebagai guru kesenian & mengajar kepanduan 
(sekarang pramuka-red), Daeng berpikir bagaimana membuat angklung yang 
lain & bisa dipakai sebagai alat pendidikan seni musik. Setelah 
melalui berbagai eksperimen, beliau berhasil mengembangkan angklung 
menjadi memiliki tangga nada Do-Re-Mi-Fa-Sol-La-Si-Do," jelasnya.
Daeng pun, lanjutnya, mengajarkan ciptaannya ke anak didiknya ?î 
kepanduan. Pada tanggal 11 November 1946, Presiden Soekarno meminta 
Daeng untuk memainkan angklung diatonisnya dihadapan peserta perundingan
 Linggarjati. Selanjutnya, pada acara KAA tahun 1955 ?î Gedung Merdeka 
Bandung, Presiden Soekarno juga meminta Daeng mengadakan Konser Angklung
 hasil kreasinya untuk menjamu tamu negara.
Menurutnya, setelah angklung resmi dikukuhkan sebagai warisan budaya 
dunia, bangsa Indonesia masih memiliki satu tantangan & kewajiban 
untuk terus berjuang agar angklung ini tetap lestari. Perjuangan ini 
masih terasa cukup berat ketika bangsa ini harus mewariskan alat musik 
goyang berbahan dasar bambu ini kepada generasi muda penerus bangsa. 
(SG/humas)***